Sejarah Wahabi - Wahabi lebih tepatnya Wahhabisme (Arab: وهابية, Wahhābiyah) atau Salafi adalah sebuah aliran reformasi keagamaan dalam Islam. Aliran ini berkembang oleh dakwah seorang teolog Muslim abad ke-18 yang bernama Muhammad bin Abdul Wahhab dari Najd, Arab Saudi, yang bertujuan untuk membersihkan dan mereformasi ajaran Islam kembali kepada ajaran yang sesungguhnya, berdasarkan kepada Qur'an dan Hadis, dari "ketidakmurnian" seperti praktik-praktik bidah, syirik dan khurafat.
Saat ini Wahhabisme merupakan aliran Islam yang dominan di Arab Saudi dan Qatar. Ia dapat berkembang di dunia Islam melalui pendanaan masjid, sekolah dan program sosial. Dakwah utama Wahhabisme adalah Tauhid yaitu Keesaan dan Kesatuan Allah. Ibnu Abdul Wahhab dipengaruhi oleh tulisan-tulisan Ibnu Taymiyyah dan mempertanyakan interpretasi Islam dengan mengandalkan Alquran dan hadits. Ia mengincar "kemerosotan moral yang dirasakan dan kelemahan politik" di Semenanjung Arab dan mengutuk penyembahan berhala, pengkultusan orang-orang suci, pemujaan kuburan orang yang saleh, dan melarang menjadikan kuburan sebagai tempat beribadah.
|
Sejarah Wahabi |
A. Sejarah Wahabi
1. Muhammad ibn Abdul Wahab
Nama aliran wahabi ini di ambil dari nama pendirinya, Muhammad bin Abdul Wahab. Dia berasal dari keluarga sunni dari klan tamim yang menganut mazhab hambali. Ia lahir di desa Huraimilah, Najd, yang ini bagian dari saudi arabia tahun 1111 H/1700M.
Semula dia adalah seorang saudagar yang sering berpindah dari satu negara ke negara lain dan diantara negara yang pernah di singgahhi adalah baghdad, iran, syam. Kemudian pada tahun 1125 H/1713 M, dia terpengaruh oleh seorang Orientalis inggris yang bernama Mr. Hempher yang bekerja sebagai sepionase inggris di timur tengah. Sejak itulah dia menjadi alat bagi inggris untuk menyebarkan ajaran barunya, inggris memang telah berhasil mendirikan sekat-sekat bahkan agama baru di tengah umat islam seperti ahmadiyah dan baha’i bahkan Muhammad bin Abdul Wahab ini juga termasuk dalm target program kerja kaum kolonial dengan aliran wahabi.
Ayah Muhammad, yaitu Syaikh Abdul Wahab adalah seorang sunni yanag baik begitu pula guru-gurunya, namun sejak semula ayah dan guru-gurunya Muhammad mempunyai firasat yang kurang baik tentang dia bahwa dia akan menjadi orang sesat dan propagandaris/kesesatan. Bahkan mereka mengingatkan masyarakat agar berhati-hati terhadapnya ternyata tidak berselang lama, firasat itu terwujud dalam sebuah realita. Setelah itu ayah Muhammad banyak memberikan konfutasi terhadap ajaran-ajaran Muhammad dan beebrawa warning kepadanya. Kakak kandung Muhammad sendiri Sulaiman bin Abdul Wahab ulama besar dari mazhab hambali menulis buku bantahan kepadanya dengan judul as-sawa’iqul ilahiyah fir Raddi alal Wahabiyah. Tidak ketinggalan pula salah satu gurunya di madinah Syaih Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi as-Syafi’i menulis surat berisi nasehat.
“wahai ibn abdil wahab aku menasehatimu karena allah, tahanlah lisanmu untuk tidak mengafirkan kaum muslimin, jika kau dengar seorang meyakini bahwa orang yang di tawasuli bisa memberi manfaat tanpa kehandak allah, maka ajarilah dia kebenaran dan terangkan dalilnya bahwa selain allah tidak bisa memberi manfaat atau mudharat kalau dia menentang bolehlah dia kau anggap kafir. Tetapi tidak mungkin kau mengafirkan as-sawadul A’dham (kelompok mayoritas) di antara kaum muslimin. Karena dengan demikian berarti engkau telah menjauhi dari kelompok mayoritas, sedangkan orang yang menjauhi dari kelompok mayoritas justru lebih identik dengan kekafiran, sebab dia tidak mengikuti jalan muslimin”.
Sebagaimana di ketahui bahwa mazhab ahlussunah sampai hari ini adalah kelompok terbesar. Allah berfirman:
•
• •
Dan Barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. (QS.an-Nisa:115).
Salah satu ajaran yang di yakini oleh Muhammad bin Abdul Wahab, adalah mengufurkan kaum muslimin yang mempraktekkan tawassul ziarah kubur maulid Nabi dll. Berbagai dalil akurat yang disampaikan ahlussunah wal jamaah berkaitan dengan tawassul, ziarah kubur serta maulid, di tolak dengan menggunakan alasan yang tidak argumentatif. Lebih dari itu, dia justru mengafirkan kaum muslimin sejak 600 tahun sebelumnya, termasuk guru-gurunya sendiri.
Pada satu kesempatan seorang bertanya pada Muhammad bin Abdul Wahab”berapa banyak allah membebaskan orang dari neraka pada bulan ramadhan?”dengan segera dia menjawab, “setiap malam allah memebebaskan 100.000 orang, dan dia di akhir malam ramadhan allah memebebaskan sebanyak hitungan orang yang telah di bebaskan dari awal sampai akhir ramadhan” lelaki itu bertanya lagi”kalau begitu pengikutmu tidak mencapai 1% pun dari jumlah tersebut, lalu siapakah kaum muslimin yang di bebaskan allah tersebut? Dari manakah jumlah sebanyak itu?sedangkan engkau meng klaim hanya pengikutmu saja yang muslim” mendengar jawaban itu ibn Abdil Wahab pun terdiam seribu hahasa.
Muhammad bin Abdul Wahab sangat terpengaruh oleh tulisan-tulisan ulama besar mermazhab hambali bernama Ibnu Taimiyah yang hidup di abad ke-4 M. untuk menimba ilmu, ia juga mengembara dan belajar di makah, madinah, baghdad dan basrah (irak), damaskus (syria), iran termasuk kota Qum, Afganistan dan india di baghdad ia mengawini seorang wanita kaya dan sempat mengajar di basrah selama 4 tahun.
Ketika pulang ke kampung halamanya ia menulis sebuah buku yang kemudian menjadi rujuk pengikutnya, kitabul tauhid para pengikut menamakan diri kaum al-muwahhidun (unitariat ). Ia kemudian pindah ke Uyainah. Dalam khutbah-khutbah jum’at di Uyainah ia terang-terangan mengafirkan semua kaum muslimin yang di anggapnya melakukan bid’ah (inovasi) dan mengajak kaum muslimin agar kembali menjalankan agama seperti di zaman nabi. Di kota ini ia mulai menggagas dan meletakkan teologi ultra-puritanya. Ia mengutuk berbagai tradisi dan kaidah kaum muslimin, menolak berbagai interpretasi al-Qur;an yang di anggapnya mengandung bid’ah atau inovasi. Mula-mula ia menyerang mazhab syi’ah, lalu kaum sufi kemudian ia mulai menyerang kaum sunni.
Sesungguhnya Nabi saw telah memberitakan akan datangnya wahabi dalam beberapa hadis hal ini merupakan tanda kenabian beliau saw dalam memberikan sesuatu yang belum terjadi. Seuruh hadis-hadis ini adalah sahih, sebagai mana terdapat dalam kitab shahih Bukhari dan Muslim dan lainya. Diantaranya:”Fitnah itu datangnya dari sana, fitnah itu datannya daria rah sana” sambil menunjukkan ke arah timur (najed). (HR.Muslim dalam kitabul fitan).
“akan keluar dari arah timur segolongan manusia yang membaca al-Qur’an namun tidak sampai melewati kerongkongn mereka (tidak sampai ke hati) mereka keluar dari agama seperti anak panah keluar dari busurnya, mereka tidak akan bisa kembali seperti anak panah yang tak akan kembali ke tempatnya, tanda-tanda mereka adalah bercukur (gundul)” (HR.Bukhari. Hadis ini juga di riwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Majah, Abu Dawud dan Ibnu Hibban).
Pendiri ajaran wahabi ini meninggal tahun 1206 H./ 1792 M., seorang ulama mencatat tahunya dengan hitungan abjad:”ba da halakul khobits(telah nyata kebinasaan orang yang keji)”.
2. Muhammad Abduh
Syech Muhammad Abduh lahir pada tahun 1849 di desa Mahallat Nasr dekat sungai Nil Mesir, ayah beliau bernama Abdul Hasan Khoirullah (Turki) dan ibunya yang masih mempumyai darah keturunan dengan Umar Ibn Khattab. Abduh diajar mengaji Al-Quran oleh orangtuanya. Sedangkan pelajaran baca-tulis didapatkannya secara privat dari seorang guru yang didatangkan ayahnya. Pada usia 10 tahun, ia dikirim ayahnya pada seorang Hafidz al-Quran. Dua tahun kemudian (dalam usia ke-12 tahun) ia telah dapat menghafal al-Qur’an dengan baik. Ayahnya kemudian mengirim Abduh ke Thantha untuk belajar di sebuah sekolah agama. Namun, sistem menghapal yang diterapkan di sana membuatnya tidak bisa bertahan karena merasa tidak mengerti apa-apa. Ia pun pulang kampung dan berniat hendak menjadi petani.
Akan Tetapi, niat itu tidak kesampaian. Ayahnya tetap memaksa agar ia meneruskan belajar di Thantha. Akhirnya, ia terpaksa pergi, bukan ke Thantha, tapi ke rumah paman ayahnya bernama Syeikh Darwisy Khadr untuk sembunyi. Darwisy kemudian mendidik Abduh untuk belajar mencintai ilmu dan buku. Didikan Darwisy berhasil, Abduh akhirnya mau meneruskan studi di Thantha.
Setelah selesai di Thantha Muhammad abduh melanjutkan ke Universitas Al Azhar dengan mendapat ijazah alimiyah. Beliau dikaruniai oleh Allah dengan akal fikiran yang cemerlang dan beliau pun sangat terkesan dan terkagum akan pemikiran dari Jamalluddin Al Afghani (seorang tokoh mujaddid serta ulama’ yang berwibawa) yang beliau kenal dari kampus tersebut. Sejak saat itulah Muhammad Abduh senantiasa berada disamping Al Afghani yang diakui sebagai guru besarnya yang paling utama. Sehingga dua tokoh islam tersebut sama-sama berjuang dan bercita-cita untuk mewujudkan Izzul Islam Wal Muuslimin (terwujudnya kejayaan Islam dan kemuliaan umat Islam di negeri Muslim), termasuk pula negeri Mesir.
B. Karakter Wahabi
Adapun karakter dari golongan wahabiyah penulis ambil dari jawaban Abu Abdillah Jamal bin Farihan al-Haritsi atas analalisa yang sudah dilakukan terhadap buku “Menepis Penyimpangan Manhaj Dakwah” yang di karang oleh Abu Rifa adalah sebagai berikut:
- Merasa dirinya paling benar dan satu-satunya golongan yang selamat, benar dan masuk surga.
- Golongan yang lain adalah sesat dan bid’ah serta lebih berbahaya daripada golongan fasik.
- Hanya mereka yang berhak menyandang nama salafi.
- Mencela golongan atau ulama’ lain.
- Golongan sesat dan bid’ah harus di hambat gerakanya dan kalau perlu dimusnahkan.
C. Doktrin Wahabiyah
1. Ziarah Kubur
Dalam al Qoul as-Sadid, Muhammad bin Abdul Wahab menuliskan sebuah bab yang berjudul”beberapa keterangan tentang sikap ekstereme dalam kubur orang-orang saleh berarti menjadikan kuburan tersebut sebagai berhala yang disembah selain allah” dalam bab tersebut ia membuat segmentasi prilaku para peziarah menjadi 2 bagian;sesuai dengan tuntunan syara dan yang tidak.
Ziarah yang masyru ialah yang ziarah-ziarah yang sesuai dengan ajaran syari’at dengan tanpa membutuhkan perjalanan, yaitu ritual ziarah yang sesuai ajaran sunnah, dengan cara mendo’akana ahli secara umum, kemudian mendo’akan para kerabat dan sahabat secara khusus, dengan mendo’akan ahli kubur, memohonan ampunan dan rahmat kepada mereka berarti orang yang melakukan ziarah telah berbuat baik kepada mereka, selain itu berarti juga berbuat baik pada diri sendiri sebab dia telah mengikuti prosedur sunnah, telah mengingat keberadaan akhirat dan mengambil pelajaran dari keberadaan orang-orang yang telah mati.
Ziarah yang tidak sesuai dengan aturan syari’at oleh Muhammad bin Abdul Wahab di bagi lagi menjadi 2 kategori.
Pertama, yang diharapkan dan dianggap sebagai wahana menuju kemusrikan, seperti siap toleran terhadap kubur, tawasul kepada allah dengan lantaran ahli kubur, memberikan penerangan kubur, membangun kubur dan sikap berlebihan kepada kubur dan penghunninya. Dengan catatan semua perbuatan ini tidak sampai pada taraf penyembahan.
Kedua, merupakan syirik akbar, seperti peziarah yang memohon ahli kubur, meminta bantuan mereka (istighotsah), dan meminta terkabulnya hajat duniawi atau ukhrowi kepada mereka. Ziarah semacam ini sama halnya dengan apa yang telah dilakukan oleh kaum paganis dalam permasalahan ini tidak ada bedanya antara peziarah yang meyakini bahwa ahli kubur itulah yang mengabarkan dan mewujudkan hajat mereka, atau yang meyaini bahwa ahli kubur itu hanya sekedar mediator antara sang peziarah dan tuhan, karena dalam al-Qur’an allah telah berfirman.
Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata: "Mereka itu adalah pemberi syafa'at kepada Kami di sisi Allah". Katakanlah: "Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya baik di langit dan tidak (pula) dibumi?" Maha suci Allah dan Maha Tinggi dan apa yang mereka mempersekutukan (itu)(QS. Yunus:18).
2. Wahabiyah Mengkafirkan Orang yang Bertawassul
Beberapa ayat yang di jadikan landasan oleh wahabi yang menunjukkan bahwa bertawassul adalah menunjukkan kekafiran adalah sebagai berikut:
- dan Sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.(QS. al-Jin : 18)
- dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyembah sembahan-sembahan selain Allah yang tiada dapat memperkenankan (doa) nya sampai hari kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan) doa mereka?.(QS. Al-Ahqof : 5)
- dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu, Maka Sesungguhnya kamu kalau begitu Termasuk orang-orang yang zalim".(QS. Yunus : 105)
- Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. dan dihari kiamat mereka akan mengingkari kemusyirikanmu dan tidak ada yang dapat memberi keterangan kepadamu sebagai yang diberikan oleh yang Maha Mengetahui.(QS. Fathir : 13-14)
- orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; Sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti.(QS. Al-Isra : 57) dan masih banyak ayat-ayat yang senada yang di jadikan landasan wahabiyah untuk menuding kafir pada kelompok lain.
Ibnu Abdul Wahab mempunyai persepsi bahwa setiap orang yang meminta pertolongan (istighotsah) pada Nabi Muhammad, atau bertawassul pada beliau juga para Nabi-nabi yang lain, para Wali, dan para Shalehin, atau memohon pada Nabi Muhammad bertawassul pada beliau juga para Nabi-nabi yang lain, para Wali, dan para Shalehin, atau memohon pada Nabi Muhammad, meminta syafa’at beliau, atau menziarahi makam beliau masuk dalam kategori orang musyrik dan masuk dalam keumuman ayat di atas. Pemahaman ayat di atas di kaburkan oleh Ibnu Abdul Wahab dengan berargumen dalam sebuah kaidan al-Ibroh li umumil lafdzi la likhususi sabab (Yang menjadi pertimbangan adalah keumuman lafadz dan bukan kekhususan sebab).
3. Mengkafirkasn Orang yang Besumpah pada Selain Allah, Bernadzar, dan Berkurban untuk Selain Allah
Dalam hadis Umar telah di sebutkan , “Barang siapa bersumpah ada selain Allah maka sesungguhnya ia telah syirik”, atau dalam riwayat lain di sebutkan , “Barangsiapa bersumpah pada selain allah maka sesugguhnya ia telah kafir ”. adapun pembahasan syirik dalam hal ini dibagi menjadi syirik khafi dan jali . selanjutnya ibnu Tiamiyah dalam Majmu’ul Fatawa mengatakan “ulama telah sepakat untuk tidak memperbolehkan bernadzar kepada selain allah , baik itu nabi atau yang lain Nadzar yang demikian merupakan perbuatan Syirik dan tidak harus di tepati ”. Mengenai orang yang berkurban kepada selain allah merupakan perbuatan fasik dan bukan perbuatan syirik pendapat ini di dukung oleh al-Bulqini dengan menampilkan firman allah.
•
Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya . Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, Sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik.(QS. Al-An’am : 121)
Selain al-Bulqini, Ibnu Hajar, beliau memasukkan kurban yang tidak dipersembahkan kepada allah sebagai satu dosa besar. Kurban semacam ini di anggap sebagai dosa besar ketika pelakunya tidak bertujuan untuk mengagungkan al-madzbuh lah (sesuatu yang diberi persembahan) dengan sebuah pengagungan yang sudah sampai pada taraf persembahan.
4. Wahabiyah Menganggap Allah Berupa Jisim
Wahabiyah meyakini Allah berada dan menetap di arsy. Meyakini allah mempunyai wajah dan kedua tangan dan Dzat Allah terdiri dari beberapa bagian. Menganggap allah menggenggam langit dengan jari jemari-Nya, menggenggam bumi dengan jemarin-Nya, menggenggam malaikat jemari-Nya dan menggenggam tumbuh-tumbuhan dengan jemari-Nya pula. Allah berada pada sebuah arah dengan mengatakan, “Allah berada di atas langit dan menetap di atas arsy”. Sebagai isyarat, mengucapkan kalimat tersebut sambil mengacungkan jari telunjuk ke arah langit. Wahabiyah juga meyakini bahwa allah sesekali turun ke dunia dan kemudian naik lagi.
5. Wahabiyah Tidak Mngoptimalkan Akal
Bisa dilihat dari poin ke 4 bahwa wahabiyah menganggap allah sebagai jisim sedangkan wahabi itu sendiri melarang ziarah kubur dan digolongkan sebagai penganut paganisme. Dalam artian mereka tidak sadar bahwa mereka telah menyamakan allah dengan makhluk
6. Doktrin Lain
Adapun kesalahan fatal dari wahabiyah adalah dengan tidak mengakui keberadaan ijma’ dan qiyas. Bahkan pendiri golongan ini Muhammad bin Abdul Wahab telah memproklamirkan diri sebagai mujtahid mutlak dan menyalahkan para mujtahid terdahulu. Bukan itu saja, Ibnu Abdul Wahab kemudian mengkafirkan orang-orang yang bertaklid adalah sebuah keniscayaan, tidak semua orang menguasai ilmu yang dijadikan bekal menelusuri hukum syari’at dari al-Qur’an dan Hadis secara konkret. Muhammad bin Abdul Wahab juga menyampaian propaganda bahwa setiap orang berhak menafsiri al-Qur’an dan mencetuskan hukum darinya walaupun dilakukan oleh orang yang ber-IQ rendah. Seolah Ibnu Abdul Wahab memperperbolehan seluruh pengikutnya untuk menjadi mujtahid.