Sejarah Wayang - Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat, wayang adalah boneka tiruan yang terbuat dari pahatan kulit atau kayu dsb, yang dapat dimanfaatkan untuk memerankan tokoh dalam pertunjukan drama tradisional (Bali, Jawa, Sunda, dsb), biasanya dimainkan oleh seseorang yang disebut dalang. Sedangkan menurut Kamus Umum Bahasa Sunda, wayang didefinisikan sebagai boneka atau penjelmaan dari manusia yang terbuat dari kulit atau pun kayu. Namun ada juga yang mengartikan bahwa perkataan wayang berasal dari bahasa Jawa, yang artinya perwajahan yang mengandung penerangan. Bagaimana asal mula sejarah wayang? Pada kesempatan kali ini kami akan membahas materi seputar wayang yang meliputi;
- Sejarah Asal Usul wayang
- Apa pengertian wayang?
- Sebutkan jenis-jenis wayang?
- Menyebutkan sifat-sifat wayang dengan salah satu contoh penokohan wayang “Pandhawa”?
1 Sejarah Wayang
Wayang dalam bentuk karya tertulis banyak jumlahnya. Apabila ditelusuri secara diakronis, maka cerita dengan lakon wayang tidak dapat dipisahkan dari perjalanan karya sastra wayang itu sendiri. Tokoh wayang yang sekarang dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, terutama Jawa, tidak terpisahkan dari epos tanah Hindu(India), terutama Ramayana dan Mahabharata dan perbedaannya dengan yang terdapat di Indonesia, namun ditinjau dari persamaan nama tokoh, maka hal itu tidak dapat dipisahkan (kerangka pemikiran histories), meskipun mengalami sedikit perubahan (transformasi budaya).
|
Sejarah Wayang |
Lakon-lakon yang dipentaskan di dalam pertunjukkan wayang tidak secara langsung mengambil dari cerita-cerita yang bersumber dari India (berbahasa Sansekerta) maupun Jawa Kuno, tetapi menyajikan lakon-lakon wayang yang sudah diciptakan dan digubah oleh para pujangga (sastrawan) Jawa pada 'jaman Jawa baru', seperti kitab Pustaka Raja Purwa (gagrag Surakarta) dan Serat Kandaning Ringgit Purwa (gagrag Yogyakarta). Paling tidak dari dua sumber tersebut lakon-lakon wayang kemudian diciptakan tersebut dapat dibentuk dalam dua lakon besar, yaitu lakon pokok/baku/lajer/pakem dan lakon carangan.
Lakon Pakem yaitu lakon yang sudah dibukukan (serat pakem tuntungan pedalangan), sudah diturunkan selama lebih dari dua generasi dan sudah banyak dipentaskan oleh banyak dalang lakon carangan (carang=ranting); ibarat pohon merupakan cabang-cabang dari pohon inti (batang); yaitu lakon yang belum dibukukan, belum diturunkan lebih dari dua generasi dan belum dipentaskan oleh banyak dalang. Adapun pengertian lakon pakem terbagi menjadi dua bagian, yaitu: lakon pakem belungan dan lakon paken jangkep. Lakon balungan ialah lakon yang memuat pokok/inti cerita dan mengandung urutan pengadegan. Sedangkan lakon pakem jangkep yaitu lakon yang memuat seluruh/hamper seluruh unsure-unsur didalam pertunjukan wayang, yang biasanya erat menggunakan judul serat pakem tuntunan pedhalangan (sedalu muput). Ki Siswoharsojo menuolis beberapa lakon wayang yang dijadikan patokan (lakon pakem) oleh para calon dalang maupun para dalang, antara lain: Wahyu Makutharama dan Wahyu Purbasejati; Ki Nojowirongko menggubah buku akem pedalangan Lempahan Irawan Rabi/pernikahan Irawan (berisi mengenai patokan mendalang dan lakon pernikahan Irawan itu sendiri).
Sedangkan untuk lakon balungan sebagi contoh yaitu: Pakem Ringgit Purwo Lampahan Laripun Romo – Brubuh Ngalangka, yang disusun oleh Ki S. Soetarsa. Lakon carangan yang pernah dipentaskan oleh beberapa dalang yaitu Petruk Kelangan Pathel dan Bagong Sunat.
Wayang yang termuat di dalam suatu karya sastra dapat pula sebagai sumber informasi mengenai pertunjukkan wayang (permainan bayang-bayang), bukan mengenai cerita atau lakon wayang itu sendiri. Sebagai contoh: di dalam Arjunawiwaha Kakawin karya Empu Kanwa, pada jaman Airlangga di Jawa Timur (950 Saka=IX sesudah Masehi), masa kediri, disebutkan mengenai seseorang menonton wayang menangis sedih, bodoh sekali ia, padahal sudah tahu yang disaksikan itu adalah kulit yang ditatah, kata orang ia terkena gaya gaib. (Putrandi : 2011)
2. Pengertian Wayang
Kata wayang (bahasa Jawa), bervariasi dengan kata bayang, yang berarti bayangan; seperti halnya kata watu dan batu, yang berarti batu dan kata wuri dan buri, yang berarti belakang. Bunyi b dilambangkan dangan huruf b dan w pada kata yang pertama dengan yang kedua tidak mengakibatkan perubahan makna pada kedua kata tersebut. G.A.J. Hazeu mengatakan bahwa wayang dalam bahasa/kata Jawa berarti: bayangan , dalam bahasa melayu artinya: bayang-bayang, yang artinya bayangan, samar-samar, menerawang. (Putrandi : 2011)
3. Jenis-Jenis Wayang
a. Wayang Kulit
Wayang kulit adalah seni tradisional Indonesia, terutama berkembang di Jawa dan di sebelah timur semenanjung Malaysia, seperti di Kelantan dan Terengganu. Wayang kulit dimainkan oleh seorang dalang yang juga menjadi narrator dialog tokoh-tokoh wayang, dengan iringan musik gamelan yang dimainkan sekelompok nayaga dan tembang yang dinyanyikan oleh para pesinden.
Dalang memainkan wayang kulit di balik kelir, yaitu layar yang terbuat dari kain putih, sementara di belakangnya disorotkan lampu listrik atau lampu minyak (blencong), sehingga para penonton yang berada di sisi lain layar dapat melihat bayangan wayang yang jatuh ke kelir. Untuk dapat memahami cerita wayang (lakon), penonton harus memiliki pengetahuan akan tokoh-tokoh wayang yang bayangannya tampil di layar.
Secara Umum, wayang mengambil cerita dari naskah Mahabharata dan Ramayana, tetapi tak dibatasi hanya dengan pakem (standar) tersebut. Sebab, seorang dalang atau biasa dipanggil ki dalang juga bisa memainkan lakon carangan (gubahan). Beberapa cerita diambil dari cerita Panji. wayang kulit lebih popular di Jawa tengah dan timur, sedangkan wayang golek lebih sering dimainkan di Jawa barat. Wayang Kulit dibagi lagi menjadi :
1) Wayang Purwa
Kata Purwa (pertama) dipakai untuk membedakan wayang jenis ini dengan wayang kulit lainnya. banyak jenis wayang kult, mulai dari wayang wahyu, wayang sadar, wayang gedhog, wayang kancil, wayang pancasila, dan sebagainya.
Wayang purwa diperkirakan mempuyai umur paling tua di antara wayang kulit lainnya. Wayang purwa terbuat dari bahan kulit kerbau yang ditatah, diberi warna sesuai dengan kaidah pulasan wayag pedalangan, diberi tangkai dari bahan tanduk kerbaubule, yang diolah sedemikian rupa dengan nama cempurit, yang terdiri dari ntuding dan gapit.
2) Wayang Parwa
Wayang parwa adalah wayang kulit yang paling popular dan terdapat di seluruh Bali. Wayang Parwa merupakan wayang kulit yang membawakan lakon-lakon yang bersumber dari cerita Mahabharata yang juga dikenal sebagai Astha Dasa parwa. Nah, wayang ini dipentaskan pada malam hari, dengan memakai kelir dan lampu blencong, dirirngi dengan gamelan gender wayang.
Wayang Parwa dipentaskan dalam kaitannya dengan berbagai jenis upacara adapt dan agama, walaupun pertunjukkannya sendiri berfungsi sebagai hiburan yang bersifat modern. Dalam pertunjukkannya, dalang wayang parwa bisa saja mengambil lakon dari cerita Bharatayuda atau bagian lain dari cerita Mahabarata. Oleh karena itu jumlah lakon wayang paling banyak.
3) Wayang Madya
Wayang madya adalah wayang kulit yang diciptakan oleh Mangkunegara IV sebagai penyambung cerita wayang purwa dengan wayang gedog. Cerita wayang madya merupakan peralihan cerita purwa ke cerita panji. Salah satu cerita wayang madya yang terkenal adalah cerita Anglingdarma. Wayang madya tidak sempat berkembang di lingkungan luar Pura Mangkunegara.
4) Wayang Gedog
Wayang gedog atau wayang panji adalah wayang yang memakai cerita dari serat Panji. Wayang ini mungkin telah ada sejak zaman Majapahit. Bentuk wayangnya hamper sama dengan wayang purwa. Tokoh-tokoh ksatria selalu memaki tekes dan repekan. Tokoh-tokoh rajanya memakai garuda mungkur dan galung keeling. Dalam cerita Panji, tidak ada tokoh raksasa atau kera. Sebagai gantinya terdapat tokoh Prabu Klana dari Makassar yang memiliki tentara orang-orang bugis. Namun, tidak selamanya tokoh klana berasal dari Makassar.
Dalam pementasannya, wayang gedog memakai gamelan berlaras pelog dan memakai Punakawan Bancak dan Doyok untuk tokoh Panji tua, Ronggotono dan Ronggontani untuk Klana, dan SebutPalet untuk panji muda. Sering kali dalam wayang gedog, muncul figure wayang aneh, seperti gunungan sekaten, siter (kecapi), paying yang terkembang, perahu, dan lain-lain.
5) Wayang Calonarang
Wayang calonarang juga sering disebut sebagai wayang leyak, adalah salah satu jenis wayang kulit Bali yang dianggap angker karena dalam pertunjukkannya banyak mengungkapkan nilai-nilai magis dan rahasia pangiwa dan panengen. Wayang ini pada dasarnya adalah pertunjukan wayang yang mengkhususkan mengkhususkan lakon-lakon dari Calonarang. Pegelaran wayang kulit Calonarang melibatkan sekitar 12 orang pemain, yang terdiri dari 1 orang dalang, 2 orang pembantu dalang, dan 9 orang penabuh.
6) Wayang Krucil
Wayang krucil pertama kali diciptakan oleh pangeran Pekik dari Surabaya. Wayang ini terbuat dari bahan kulit dan berukuran kecil sehingga lebih sering disebut wayang krucil. Dalam perkembangannya, wayang ini menggunakan bahan kayu pipih (dua dimensi) yang kemudian dikenal sebagai wayang klithik.
Gamelan yang digunakan untuk mengiringi pertunjukkan wayang ini amat sederhana, berlaras slendro dan berirama playon bagomati (srepegan). Namun, ada kalanya wayang krucil menggunakan gending, gending besar.
b. Wayang Kayu
Wayang kayu merupakan wayang yang bahan dasarnya terbuat dari kayu. Wayang kayu terbagi menjadi tiga jenis wayang, diantaranya sebagai berikut :
1) Wayang Golek
Wayang golek adalah suatu seni pertunjukkan wayang yang terbuat dari boneka kayu. Wayang jenis ini sangat populer, terutama di tanah Pasundan. Wayang adalah bentuk teater rakyat yang sangat popular. Banyak diminati masyarakat, khususnya masyarakat kelas bawah.
Di Jawa Barat misalnya, selain wayang kulti, yang paling populer adalah wayang golek.Yang menarik, wayang golek ini terdapat dua macam, yaitu wayang golek papak (cepak) dan wayang golek purwa yang ada di daerah sunda. Kedua macam wayang itu dimainkan oleh seorang dalang sebagai pemimpin pertunjukkan yang sekaligus menyanyikan suluk, menyuarakan antawacana, mengatur gamelan, mengatur lagu, dan lain-lain.
Saat ini, wayang golek lebih dominant sebagai seni pertunjukkan rakyat, yang memiliki fungsi yang relevan degan kebutuhankebutuhan masyarakat, baik kebutuhan spiritual maupun material. Hal demikian dapat kita lihat dari beberapa kegiatan di masyarakat, misalnya ketika ada perayaan, baik hajatan (pesta, kenduri) dalam rangka khitanan, pernikahan dan lain-lain.
2) Wayang Menak
Wayang Menak atau disebut wayang golek merupakan wayang berbentuk boneka kayu yang diyakini muncul pertama kali di daerah kudus pada masa pemerintahan Sunan Paku Buwana II. Sumber cerita wayang menak berasal dari kitab Menak, yang ditulis atas kehendak Kanjeng Ratu Mas Balitar, Permaisuri Pakubuwanan I, pada tahun 1771 M.
Induk dari kitab Menak berasal dari Persia, menceritakan Wong Agung Jayeng Rana atau Amir Ambyah (amir Hamzah), paman Nabi Muhammad SAW. Isi pokok cerita adalah permusuhan antara Wong Agung Jayeng Rana yang beragama islam dengan Prabu Nusrewan yang belum beragama Islam.
3) Wayang Klithik
Wayang klithik pertama kali diciptakan oleh Pangeran Pekik, adipati Surabaya, dari bahan kulit dan berukuran kecil sehingga lebih sering disebut dengan wayang krucil. Munculnya wayang menak yang terbut dari kayu, membuat Sunan Pakubuwono II kemudian menciptakan wayang klithik yang terbuat dari kayu pipih (dua dimensi). Tangan wayang ini dibuat dari kulit yang ditatah. Berbeda dengan wayang lainnya, wayang klitihik memiliki gagang yang terbuat dari kayu.
Cerita yang dipakai dalam wayang klithik umumnya mengambil dari zaman Panji Kudalaleyan di Pajajaran hingga zaman Prabu Brawijaya di Majapahit. Gamelan yang dipergunakan untuk mengiringi pertunjukan wayang ini amat sederhana, berlaras slendro dan berirama playon bangomati (spregan). Ada kalanya wayang Klithik menggunakan gending-gending yang besar.
c. Wayang Suket
Wayang suket merupakan bentuk tiruan dari berbagai figure wayang kulit yang terbuat dari rumput (bahasa jawa : suket). Wayang suket biasanya dibuat sebagai alat permainan atau penyampaian cerita pewayangan pada anak-anak di desa-desa Jawa. Untuk membuatnya, beberapa helai daun rerumputan dijalin, lalu dirangkai (dengan melipat) membentuk figure serupa wayang kulit. Karena bahannya, wayang suket tidak dapat bertahan lama.
Kelebihan wayang suket adalah ruang yang sangat bebas bagi penonton untuk membangun imajinasinya. Menafsir kembali siapa itu wayang-wayang sebagai bayangan hidup. Manusia terus tumbuh, tapi wayang kulit tidak.
Filosofi suket sebagai sesuatu yang terus tumbuh adalah spirit yang luar biasa. Suket hanya butuh air dan sinar matahari. Kekuatan filosofi ini menggambarkan kekuatan ruang imajinasi dari wayang suket. Pertunjukkannya merupakan symbol masyarakat bawah (grass root) yang mempertanyakan tentang diri, bukan merusak atau memberontak.
d. Wayang Beber
Wayang beber adalah wayang yang muncul dan berkembang di jawa pada masa pra-Islam dan masih berkembang daerah-daerah tertentu di Pulau Jawa. Dinamakan wayang beber karena berupa lembaran-lembaran (beberan) yang dibentuk menjadi tokoh-tokoh dalam cerita wayang, baik Mahabharata maupun Ramayana.
Konon, wayang beber ini dimodifikasi bentuk oleh para wali menjadi wayang kulit dengan bentuk-bentuk yang bersifat ornament yang dikenal sekarang. Kata para wali, ajaran Islam mengharamkan bentuk gambar mahluk hidup (manusia dan hewan). Wayang hasil modifikasi para wali inilah yang dipergunakan untuk menyebarkan ajaran islam yang kita kenal hingga sekarang.
Yang menarik, wayang beber yang pertama (yang masih asli) sampai sekarang bisa dilihat. Wayang beber yang asli ini bisa dilihat di daerah Donorojo, Pacitan. Wayang ini dipegang oleh seseorang yang secara turun temurun dipercaya memeliharanya dan tidak akan dipegang oleh orang dari keturunan yang berbeda. Sebab, ada sebuah amanat luhur yang harus dipelihara. Selain di Pacitan, sampai sekarang masih tersimpan dengan baik dan masih dimainkan di dusun Gelaran di Desa Beijarhajo, Karang Mojo, Gunung Kidul.
e Wayang Gung
Wayang gung adalah sejenis kesenian wayang orang pada suku banjar di Kalimantan Selatan.
f. Wayang Timplong
Wayang timlpong merupakan kesenian tradisional yang konon mulai ada sejak tahun 1910 dari dusun Kedung Bajul, Desa Jetis, Kecamatan Pace, Provinsi Jawa Timur. WAyang ini terbuat dari kayu, baik kayu waru, mentaos, maupun pinus. Wayang ini menarik karena menggunakan instrument gamelan sebagai musik pengiring. Sangat sederhana, yaitu hanya terdiri dari gambang yang terbuat dari kayu, bambu, ketuk kenong, kempul dan kendang.
g. Wayang Potehi
Wayang potehi adalah wayang boneka yang terbuat dari kain. Wayang ini merupakan salah satu kesenian kebudayaan gabungan TionghoaIndonesia. Potehi berasal dari kata poo (kain), tay (kantung), dan hie (wayang). Sang dalang akan memasukkan tangan mereka ke dalam kain tersebut dan memainkannya layaknya jenis wayang lain. Kesenian ini sudah berumur sekitar 3000 tahun dan berasal dari daratan Cina Asli.
Diperkirakan, jenis kesenian ini sudah ada pada masa Dinasti Jin, yaitupad abad ke-3 sampai dengan abad ke-5 Masehi dan berkembang pada masa Dinasti Song di abad ke-10 hingga ke-13 masehi. Wayang potehi masuk ke Indonesia (dulu nusantara) melalui orang-orang Tionghoa yang masuk ke Indonesia di sekitar abad ke-16 sampai abad ke-19. Bukan sekedar seni pertunjukan, wayang potehi, bagi keturunan Tiong Hoa, memiliki fungsi social serta ritual. Tidak berbeda dengan wayang-wayang lain di Indonesia.
Alat musik wayang potehi terdiri atas gambreng, sulibng, gwik gim (gitar), rebab, tambur, terompet, dan bek to. Alat terakhir ini berbentuk silinder sepanjang lima sentimeter, mirip kentongan kecil penjual bakmi, yang jika salah pukul tidak akan mengeluarkan bunyi trok-trok seperti seharusnya.
h. Wayang Gambuh
Wayang Gambuh adalah salah satu jenis wayang Bali yang langka, pada dasarnya adalah pertunjukkan wayang kulit yang melakonkan ceritera Malat, speerti wayang panji ynag ada di Jawa. Karena lakon dan pola acuan pertunjukan adalah Dramatari gambuh, maka dalam banyak hal wayang Gambuh merupakan pementasan Gambuh melalui wayang kulit. Tokohtokoh yang ditampilakn ditransfer dari tokoh-tokoh Pegambuhan, demikian pula gamelan pengiring dan bentuk-bentuk ucapanya.
Konon, perangkat wayang Gambuh yang kini tersimpan di Blahbatuh adalah pemberian dari raja Mengwi yang bergelar I Gusti Agung Sakti Blambangan, yang membawa wayang dari tanah Jawa (Blambangan) setelah menaklukan raja Blambangan sekitar tahun 1634. Alamarhum I Ketut Rinda adalah salah satu wayang Gambuh angkatan terakhir yang sebelum meninggal sempat menurunkan kaehliannya kepada I Made Sidja dari (Bona) dan I Wayang Nartha (Dari Sukawati).
i. Wayang Orang
Wayang orang adalah wayang yang dimainkan dengan menggunakan orang sebagai tokoh dalam cerita wayang tersebut. Wayang orang disebut juga dengan istilah wayang wong (Bahasa Jawa). Sesuai dengan sebutannya, wayang tersebut tidak lagi digelar dengan memainkan boneka-boneka wayang (wayang kulit yang biasanya terbuat dari bahan kulit kerbau ataupun yang lain), akan tetapi menampilkan manusiamanusia sebagai pengganti boneka wayang tersebut. Mereka memakai pakaian sama seperti hiasan-hiasan yang dipakai pada wayang kulit. Supaya bentuk muka atau bangun muka mereka menyerupai wayang kulit (kalau dilihat dari samping), sering kali pemaiin wayang orang ini diubah atau dihias mukanya dengan tambahan gambar atau lukisan. Pertunjukkan wayang orang masih ada saat ini, salah satunya wayang orang barata (dikawasan Pasar Senin, Jakarta), Taman Mini Indonesia Indah, Taman Sriwedari Solo, dan lain-lain.
j. Wayang Kulit Gagrag Banyumasan
Wayang kulit gagrag banyumasan merupakan salah satu gaya pedalangan di tanah Jawa. Wayang ini lebih dikenal dngan istilah pakeliran, dan berperan sebagai bentuk seni klanengan serta dijadikan wahana untuk mempertahankan nilai etika, devosional, dan hiburan, yang kualitasnya selalu terjaga dan ditangani sungguh-sungguh oleh para pakar yang memahami benar. Pakeliran ini mencakup unsur-unsur lakon wayang (penyajian alur cerita dan maknanya), sabet (seluruh gerak wayang), catur (narasi dan cakapan), dan karawitan (gendhing, sulukan dan property, panggung).
Yang menarik, pakeliran gagarag banyumasan mempunyai nuansa kerakyatan yang kental, sebagaimana karakter masyarakatnya, yaitu jujur dan terus terang serta hidup dan berkembang di daerah Karesidenan Banyumas. Selain itu, wayang ini memiliki ekspresi yang indah dan sifatnya lebih bebas, sederhana, serta lugas dan mampu bertahan sampai saat ini.
k. Wayang Kulit Banjar
Wayang kulit banjar adalah wayang kulit yang berkembang dalam budaya suku Banjar di Kalimantan Selatan maupun di daerah perantauan suku seperti di Indragiri Hilir.
Konon, sejarah wayang ini dimulai dari pasukan Majapahit yang dipimpin oleh Andayaningrat yang membawa serta seorang dalang wayang kulit bernama R. Sakar Sungsang lengkap debgan pengrawitnya. Pergelaran langsung (sesuai pakem tradisi Jawa) yang dimainkannya kurang dapat dinikmati oleh masyarakat Banjar, karena lebih banyak menggunakan idionidion Jawa yang sulit dimengrti masyarakat setempat.
Menurut catatan sejarah, masyarakat Banjar di Kalimantan Selatan Sejatinya telah mengenal pertunjukkan wayang kulit sekitar awal abad XIV. Pernyataan ini diperkuat karena pada kisaran tahun 1300 sampai dengan 1400, Kerajaan Majapahit telah menguasai sebagian wilayah Kalimantan (Tjilik Riwut, 1993), dan membawa serta menyebarkan pengaruh agama Hindu dengan jalan pertunjukkan wayang kulit.
l. Wayang Siam Kelantan
Wayang siam kelantan adalah kesenian tradisional wayang yang populer di Kelantan, Malaysia. Wayang siam dimainkan oleh seorang dalang, didampingi oleh delapan orang pemain musik. Wayang siam dimainkan dalam bahasa Melayu logat Kelantan.
Asal wayang siam tidak jelas. beberapa bukti menunjukkan kesenian ini berasal dari Jawa, terlihat dari istilah-istilah panggung yang berasal dari bahasa Jawa. Namin, munurut para dalang di Kelantan, waayng siam berasal dari Patani, yang sekarang menjadi wilayah Thailand. Itulah sebabnya kesenian ini diberi nama wayang siam.
Kisah yang ditampilkan dalam kesenian wayang siam, didasarkan pada versi cerita rakyat Melayu dari Ramayana, Cerita Maharaja Wana. Nama Wana adalah versi melayuy dari Rahwana. Kisah ini berbeda dari versi dalam satra Melayu, Hikayat Seri Rama. Perlu diketahui, di Kelantan terdapat pula jenis kesenian wayang lain, yang disebut sebagai wayang Jawa. Seperti namanya, wayang Jawa tidak lebih dari versi Kelantan dari wayang Purwa, namun ditampilkan dalam logat Kelantan. Wayang Jawa merupakan kesenian istana, berbeda dengan wayang siam yang merupakan kesenian rakyat. (Binus : 2011)
4 Contoh Tokoh Pandawa dan Watak Wayang Kulit
Terdapat lima tokoh dalam Pandhawa, yaitu :
a) Yudistira
Yudistira merupakan saudara para Pandawa yang paling tua. Ia merupakan penjelmaan dari Dewa Yama dan lahir dari Kunti. Sifatnya sangat bijaksana, tidak memiliki musuh, dan hampir tak pernah berdusta seumur hidupnya.
Memiliki moral yang sangat tinggi dan suka mema’afkan serta suka mengampuni musuh yang sudah menyerah. Memiliki julukan Dhramasuta (putera Dharma), Ajathasatru (yang tidak memiliki musuh), dan Bhārata (keturunan Maharaja Bharata).
2) Bima
Bima merupakan putra kedua Kunti dengan Pandu. Nama bhimā dalam bahasa Sansekerta memiliki arti "mengerikan". Ia merupakan penjelmaan dari Dewa Bayu sehingga memiliki nama julukan Bayusutha.
Bima sangat kuat, lengannya panjang, tubuhnya tinggi, dan berwajah paling sangar di antara saudara-saudaranya. Meskipun demikian, ia memiliki hati yang baik. Pandai memainkan senjata gada
3) Arjuna
Arjuna merupakan putra bungsu Kunti dengan Pandu. Namanya (dalam bahasa Sansekerta) memiliki arti "yang bersinar", "yang bercahaya".
Ia merupakan penjelmaan dari Dewa Indra, Sang Dewa perang. Arjuna memiliki kemahiran dalam ilmu memanah dan dianggap sebagai ksatria terbaik oleh Drona.
4) Nakula
Nakula merupakan salah satu putera kembar pasangan Madri dan Pandu. Ia merupakan penjelmaan Dewa kembar bernama Aswin, Sang Dewa pengobatan. Saudara kembarnya bernama Sadewa, yang lebih kecil darinya, dan merupakan penjelmaan Dewa Aswin juga.
Setelah kedua orangtuanya meninggal, ia bersama adiknya diasuh oleh Kunti, istri Pandu yang lain. Nakula pandai memainkan senjata pedang. Dropadi berkata bahwa Nakula merupakan pria yang paling tampan di dunia dan merupakan seorang ksatria berpedang yang tangguh. Ia giat bekerja dan senang melayani kakak-kakaknya.
5) Sadewa
Sadewa merupakan salah satu putera kembar pasangan Madri dan Pandu. Ia merupakan penjelmaan Dewa kembar bernama Aswin, Sang Dewa pengobatan. Saudara kembarnya bernama Nakula, yang lebih besar darinya, dan merupakan penjelmaan Dewa Aswin juga. Setelah kedua orangtuanya meninggal, ia bersama kakaknya diasuh oleh Kunti, istri Pandu yang lain.
Sadewa adalah orang yang sangat rajin dan bijaksana. Sadewa juga merupakan seseorang yang ahli dalam ilmu astronomi. Yudistira pernah berkata bahwa Sadewa merupakan pria yang bijaksana, setara dengan Brihaspati, guru para Dewa. Ia giat bekerja dan senang melayani kakak-kakaknya. (Suryoto : 2010).